tata cara wudhu
HAL-HAL YANG MEMBATALKAN WUDHU:
1. Apa yang keluar dan salah satu dari kedua jalan yaitu dari qubul maupun dubur, sedikit atau banyak, termasuk kencing, tinja, madzi, wadi*, atau fusa (kentut) dan dhurath (kentut dengan berbunyi), dua yang akhir ini yang disebut hadats. Itulah yang dimaksud dalam sabda Rasulullah:
لا يقبل الله صلاة أحدكم إذا أحدث حتّى يتوضأ
“Allah tidak menerima shalat salah seorang di antaramu jika ia berhadats sampai ia berwudhu.” (HR. Al-Bukhari)
* Wadi adalah air putih kental yang keluar mengiringi kencing atau karena kelelahan. Berbeda dengan mani yang jika keluar mani wajib mandi.
2. Tidur nyenyak, hingga tiada kesadaran lagi tanpa tetapnya bangku di atas lantai. Berdasarkan sabda Rasulullah
العين وكاء السه فمن نام فليتوضأ
“Mata adalah kendalinya dubur, maka barangsiapa tertidur, hendaklah ia berwudhu.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah,
kedudukan hadits ini hasan)
3. Menyentuh kemaluan dengan telapak tangan dan jari-jari, tanpa menggunakan pembatas. Berdasadran hadits Nabi
من مسّ ذكره فليتوضأ
“Barangsiapa menyentuh kemaluannya maka hendakiah ia berwudhu.” (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, dan lainnya. Hadits ini adalah shahih)
4. Hilang akal dan perasaan, baik karena gila, pingsan, mabuk, minum obat, atau pengaruh bius, dalam jumlah sedikit atau banyak baik dengan bangku yang tetap di atas lantai atau tidak. Karena kekacauan pikiran atau ketidak sadaran dengan sebab-sebab tersebut lebih parah daripada tidur. Dalam keadaan yang demikian seorang muslim tidak mengerti kejadian apa yang menimpa dirinya, yang dapat membatalkan wudhunya apakah berupa kentut, berak atau lainnya. Para ulama telah bersepakat atas kewajiban berwudhu bagi yang hilang akalnya.
5. Menyentuh wanita dengan syahwat karena berhasrat untuk menyalurkan syahwatnya adalah termasuk yang membatalkan wudhu dengan alasan perintah wudhu bagi yang menyentuh kemaluan, sebab menyentuh kemaluan dapat menimbulkan gejolak syahwat. Pendapat ini dikuatkan dengan ucapan Abdullah bin Umar:
قبلة الرجل امرأته و جسّها بيده من الملامسة، فمن قبّل امرأته أو جسّها فعليه الوضوء
“Ciuman seorang laki-laki kepada isterinya atau raba-rabaannya termasuk mulamasah*. Barangsiapa yang mencium isterinya atau meraba-rabanya, maka wajib baginya wudhu.” (HR. Imam Malik dalam kitab Al-Muwaththa’, dengan sanad shahih)
* Menunjuk pada firman Allah dalam aunt Al-Maidah ayat 6:
وَإِن كُنتُمْ جُنُباً فَاطَّهَّرُواْ وَإِن كُنتُم مَّرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاء أَحَدٌ مَّنكُم مِّنَ الْغَائِطِ أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَاء فَلَمْ تَجِدُواْ مَاء فَتَيَمَّمُواْ صَعِيداً طَيِّباً
“dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau mulamasah (menyentuh) perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih).” (Al-Maaidah : 6) Mulamasah yang mewajibkan wudhu, hal ini berdasarkan pada pendapat bahwa maksud “lams” adalah selain jima’.
6. Murtad atau keluar dari agama Islam. ~Semoga Allah melindungi kita dari murtad~.
Yakni mengerjakan sesuatu yang menyebabkan ia keluar dari Islam baik dengan ucapan, keyakinan atau keragu-raguan. Barangsiapa melakukannya batallah wudhunya, dan batal pula seluruh amalan ibadahnya. Manakala ia kembali ke agama Islam, ia tidak diterima sebelum berwudhu. Berdasarkan firman Allah:
وَمَن يَكْفُرْ بِالإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ
“Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya.” (Al-Maidah: 5)
لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu.” (Az-Zumar: 65)
7. Makan daging unta, berdasarkan pertanyaan salah seorang sahabat kepada Rasulullah:
“Apakah kami harus berwudhu karena makan daging kambing.” Rasulullah menjawab: “Jika engkau mau, berwudhulah, dan jika tidak, tidak usah.” Seorang sahabat bertanya: “Apakah kami harus berwudhu karena makan daging unta?” Rasulullah menjawab: “Ya! Berwudhulah karena memakan daging unta.” (HR. Muslim)
An-Nawawi berkata: “Madzhab/pendapat ini lebih kuat alasannya, meskipun jumhur berpendapat lain. Mengingat jumhur ulama yang terdiri dan para sahabat, tabi’in, dan tabi’it-tabi’in dan tokohnya adalah khalifah yang empat ridhwanullah ‘alaihim tidak berpendapat harus berwudhu karena makan daging unta. Alasan mereka adalah bahwa hadits yang disebutkan di atas telah dihapus (mansukh).”
Sumber : Panduan Praktis Rukun Islam, Darul Haq, Jakarta. Cetakan I, Rajab 1422 H. / Oktober 2001 M.