YANG HILANG DARI WANITA
Sebuah Studi Kritis Untuk Para Calon Wanita “Pekerja” (Wanita Karir).
Apa jadinya seorang wanita lebih memilih karir
diatas keluarganya. Tentu saja akan ada seorang suami yang “kehilangan” isteri
dan anak-anak yang kehilangan seorang ibu. Sebuah keluarga akan goyah, karena
ditinggal salah satu tiang layarnya. Lalu bagaimana jika tidak hanya seorang,
melainkan ratusan, ribuan bahkan jutaan wanita? Ya, sebanyak itulah juga
keluarga yang akan hancur.
Arus feminisme memang sedang bertiup kencang
di Indonesia .
Ketika seorang wanita digagalkan untuk duduk sebagai presiden, maka kaum
feminis berteriak tentang kesejajaran gender. Dan ketika wanita sudah jadi
pemimpin, teriakan merekapun akan semakin keras. Kesamaan hak perempuan dan
laki-laki, perempuan adalah sama dengan laki-laki semakin lantang diucapkan.
Bahkan telah berani menentang sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
yang telah jelas-jelas beliau lakukan yakni poligami, ini bisa kita lihat dalam
mu’tamar NU ke-31 di Boyolali Solo beberapa waktu yang lalu karena kaum wanita
NU dari kubu Abdurahman wahid yang dipelopori oleh istrinya yakni Ibu Sinta
Nuriah, melakukan aksi boikot terhadap masakan yang telah dipesan oleh panitia
bagian konsumsi mu’tamar tersebut terhadap masakan ayam “WONG SOLO” karena
pemiliknya adalah orang yang melakukan poligami, dan poligami sangat melecehkan
kaum wanita, katanya.
Mereka lupa, bahwa Allah telah menciptakan
hambanya bersama dengan fitrahnya. Masing-masing dengan segala kelebihan dan
kekurangannya. Ketika fitrah itu dilanggar, maka akan terjadi
ketidakseimbangan.
Seorang ayah yang berkerja di luar rumah
adalah kewajibannya untuk mencari nafkah menghidupi keluarganya. Sedangkan
seorang ibu yang berkerja di rumah adalah kewajibannya mengatur keluarga dan
mendidik anak. Mengatur rumah, memasak dan mendidik anak di rumah bukanlah
suatu yang hina bagi wanita. Namun justru ibadah yang paling mulia di sisi
Allah.
Penganut feminisme ingin menghilangkan
perbedaan fitrah laki-laki dan perempuan, semata-mata hanya merasa bahwa
menjadi seperti laki-laki adalah sesuatu yang hebat. Maka mereka menganjurkan
wanita untuk meninggalkan dapur dan bekerja di luar rumah bersaing merebut
karir dengan laki-laki. Itulah kemenangan yang mereka inginkan.
Padahal kemenangan bagi wanita adalah jika ia
berhasil membina keluarganya menjadi keluarga sakinah. Keluarga ideal yang
berjalan di atas jalan Rabb-nya. Inilah cita-cita yang hilang dari lubuk kaum hawa sekarang
ini.
Bukankah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
pernah bersabda bahwa baik buruknya suatu bangsa dapat dilihat dari kaum
wanitanya. Jika kaum wanitanya baik maka bangsa itu akan baik, sebaliknya jika
wanitanya buruk, maka bangsa itupun akan buruk pula.